Jumat, 20 Januari 2012

Resensi Buku Matahari Mengelilingi Bumi

Manakah yang Lebih Tepat ?



Judul              : Matahari Mengelilingi Bumi
Penulis           : Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf
Penerbit         : Pustaka Al Furqon, 2006
Tebal              : 185





Matahari mengelilingi bumi adalah sebuah buku pengetahuan yang ditulis oleh Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Buku ini akan membahas dari segi islam apakah apakah teori bumi mengelilingi matahari benar atau justru sebaliknya.

Di zaman Yunani Kuno, seorang bernama Pythagoras mengemukakan teori heliosentris yang menyatakan bahwa matahari sebagai pusat tata surya dan bumi bergerak mengelilinginya. Namun teori tersebut dibantah oleh Aristoteles yang berpendapat bahwa bumilah yang menjadi pusat tata surya dan matahari yang mengelilingi bumi (geosentris). Teori geosentris dianut cukup lama kurang lebih 15 abad lamanya. Setelah 15 abad berlalu munculah Nicolaus Copernicus yang menyempurnakan
teori heliosentris dan mematahkan teori sebelumnya. Teori inilah yang dianut masyarakat hingga kini.

Tetapi apabila dilihat dari segi islam yang diperkuat dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al Quran tidak setuju dengan teori heliosentris. Berdasarkan QS. Fathir : 141 yang artinya ”Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan bergesar, dan sungguh jika keduanya akan bergeser, tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah”. Ayat ini menurut ahli tafsir menunjukkan bahwa bumi itu tidak bergerak. Selain itu banyak ayat-ayat Al Quran yang menerangkan hal yang sama, diantaranya, QS. Ar Rum : 25, QS. Al Baqarah : 20, QS. Al Hajj: 65, QS. An Naml : 61, dan QS An Nahl : 15.
Karena bumi tidak bergerak secara otomatis berarti mataharilah yang mengitari bumi, bukan sebaliknya. ”Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur dan menenggelamkannya dari barat” (QS. Al Baqarah : 258). Dalam ayat ini jelas diterangkan bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi.

Selain para ahli tafsir, ulama-ulama terkemuka juga mengatakan demikian, sebut saja Imam Abdul Qahir al Baghdadi Al Isfirayini yang mengatakan ”Ahlus Sunnah sepakat atas tetap dan tenangnya bumi, dan bumi itu hanya bergerak kalau terjadi sesuatu misalnya gempa atau lainnya. Selain itu ada pula Imam Al Qurthubi dan Ibnu Hazm yang mengatakan hal yang sama.

Bukan hanya teori  heliosentris yang bertentangan dengan Quran, ada pula teori bigbang (dentuman besar)  yang mengatakan bahwa, sebuah titik massa kecil yang meledak dengan keras sebagai akibat dari reaksi inti kemudian berserah dan mengembang dari pusat ledakan yang mana proses sejak waktu ledakan itu sampai ke jagat raya  seperti sekarang ini adalah limabelas milyar tahun. Namun untuk kesekian kalinya teori tersebut disangkal dengan ayat yang artinya, ”Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari dan ’Arsy-Nya di atas air” (QS. Hud : 7). Manakah yang lebih tepat antara teori heliosentris yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh besar dunia, ataukah geosentris yang mengacu pada Al Quran ? Semua tergantung pendirian dan kepercayaan anda masing-masing.

Buku ini mengajak kita untuk menelaah dan mengkaji kembali teori-teori yang telah sebelumnya, alhasil buku ini dapat menambah pengetahuan kita sebagai pembacanya. Namun dalam buku ini terkesan menghujat agama lain selain islam, sehingga harus dibaca oleh orang-orang yang tepat (kaum muslim) agar tidak terjadi kekeliruan.

Walaupun banyak terdapat terjemahan-terjemahan dari Al Quran, Penyajian bahasa dalam buku ini cukup bisa dimengerti, sebab terjemahan tersebut dijelaskan kembali dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti oleh penulis.

Setelah membacanya saya menyimpulkan bahwa novel ini layak untuk dibaca khususnya bagi umat muslim karena di dalamnya banyak sekali dalil-dalil yang diambil dari ayat Al quran.



Resensi Novel Bait-Bait Cinta

Antara Cinta dan Balas Budi


Judul           : Bait-Bait Cinta
Penulis        : Geidurrahman Elmishry
Penerbit      : Grafindo, 2008
Tebal           : 318





 Bait - Bait Cinta merupakan novel bernuansa islam yang ditulis oleh sastrawan muda lulusan Universitas Al Azhar, Kairo, Geidurrahman Elmishry. Ia merupakan penyair yang cukup terkenal di Lamongan. Ada puluhan buku yang menghimpun tulisannya, baik itu fiksi, non fiksi, maupun terjemahan. Contohnya saja : Dari Lembah Sungai Nil (1998), Hadiah Seribu Menara (1999), Menjadi Orang Beken (2008) dan Sungai yang Memerah (2005).  Ia juga sering menulis artikel di harian-harian ternama seperti Kompas, Republika, dan Tempo.

Jaka Suganda, seorang mahasiswa Indonesia yang berkuliah di universitas Al Azhar. Dia adalah sosok yang dinamis, cerdas, dan menjadi aktivis di sekolahnya. Ia bertekad meneruskan belajarnya di universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, meski keadaan ekonominya tidak memungkinkan. Ia mendapatkan beasiswa dari Departemen Agama sehingga dapat melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Selain itu biaya studinya juga dibantu oleh salah satu orang kaya dikampungnya, daerah Cipakat, Sukarema, Cipasung, Tasikmalaya yang bernama Haji Ismail.

Bantuan ini tidak lepas atas jasa anaknya yang bernama Fatimah, anak Haji Ismail sekaligus adik kelas Jaka ketika masih bersekolah di Madrasah Aliyah. Fatimah tahu Jaka ingin melanjutkan studinya di Kairo, niat Jaka ini disampaikan kepada ayahnya sehingga Haji Ismail mau membantu biaya kuliah Jaka. Seiring waktu, rasa simpati Fatimah berubah menjadi rasa cinta.

Ketika Jaka di Kairo, ia bertemu dengan Amira yang juga sedang studi di Kairo. Perkenalan antara Amira dan Jaka disebabkan Muhammad Iyad, yang sering menceritakan keahlian Jaka dalam bermain bola basket, termasuk juga cerita kepribadiannya yang santun, dan wawasannya yang cukup luas. Perkenalan itupun berlanjut dengan cerita Asmara. Hal inilah yang menyebabkan Jaka kurang memperhatikan Fatimah lagi.

Amira merupakan gadis keturunan Palestina yang memiliki masa lalu yang tragis. Ayah, ibu dan kakaknya meninggal akibat kekejaman tentara Israel saat menyerang Palestina, karena perebutan wilayah dan kekuasaan.

Di saat Jaka hampir menyelesaikan S.1-nya pada jurusan aqidah filsafat, ia dilanda kegaluan. Di satu sisi, keluarga Haji Ismail dan orang tuanya hendak menjodohkan dirinya dengan Fatimah di Mekah saat musim haji tiba. Jaka sendiri kebetulan mendapatkan Temus (Tenaga Musim Haji) dari KBRI.
Namun di sisi lain ada Amira, wanita yang ia cintai.

Ia bingung akan dua pilihan tersebut. Hampir setiap malam ia melaksanakan sholat Istikharah untuk meminta petunjuk dari Allah.
Di Suatu pagi Amira menemui Jaka. Ia menangis saat bertemu Jaka. Ternyata paman, bibi, dan sepupunya Muhammad Iyad meninggal dunia akibat serangan bom bunuh diri di hotel tempat mereka menginap. Kini ia sebatang kara. Jaka yang mencintainya mencoba untuk  menguatkannya. Jaka akhirnya mengambil sebuah keputusan yang sangat berat dan berarti bagi hidupnya. Selanjutnya Jaka akhirnya membatalkan temusnya juga perjodohannya dengan Fatimah dan lebih memilih bersama Amira pergi ke Palestina.

Sekilas isi dari novel ini tampak sederhana, tetapi apabila ditelaah inti cerita tersebut dibingkai dalam kekuatan literer yang cukup kaya mengenai sejarah konflik Palestina-Israel sehingga memperkaya mutiara hikmah bagi para pembaca. Sayangnya, ada sedikit gangguan saat membaca, terkait dengan masalah catatan kaki. Pembaca terpaksa membolak-balik buku, untuk mengetahui arti dan maksud kata dan tempat yang tidak diketahui pembaca.

Setelah membacanya saya menyimpulkan bahwa novel ini layak untuk dibaca terutama oleh umat muslim, baik muda mapun tua.