Senin, 28 Januari 2013

Bahasa Osing


Bahasa Osing adalah bahasa yang dipertuturkan di daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Secara linguistik, bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Jawa dari cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia.
Kata osing berasal dari kata tusing dalam bahasa Bali, bahasa daerah tetangganya, yang berarti "tidak".

Jumlah Wilayah Persebaran

Jumlah penduduk asli Banyuwangi yang acap disebut sebagai "Lare Using" ini diperkirakan mencapai 500 ribu jiwa dan secara otomatis menjadi pendukung tutur Bahasa Osing ini. Penutur Bahasa Osing ini tersebar terutama di wilayah tengah Kabupaten Banyuwangi, mencakup Kecamatan Kabat, Rogojampi, Glagah, Kalipuro, Srono, Songgon, Cluring, Giri, sebagian kota Banyuwangi, Gambiran, Singojuruh, sebagian Genteng, dan Kecamatan Licin. Wilayah sisanya dihuni warga berbahasa Jawa dialek Jawa Timuran (bahasa Jawa Timuran atau Suroboyoan) ataupun bahasa Madura. Selain di Banyuwangi, penutur bahasa ini juga dapat dijumpai di wilayah Kabupaten Jember, khususnya di Dusun Krajan Timur, Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan, Jember. Namun dialek Osing di wilayah Jember ini telah banyak terpengaruh bahasa Jawa dan Madura akibat keterisolasiannya dari daerah penutur Osing lainnya di Banyuwangi.

Varian Bahasa Asing

Bahasa Osing mempunyai banyak kesamaan dan memiliki kosakata Bahasa Jawa Kuna yang masih tertinggal. Namun di wilayah Banyuwangi sendiri terdapat variasi penggunaan dan kekunaan juga terlihat di situ. Varian yang dianggap Kunoan terdapat utamanya diwilayah Giri,Glagah dan "Licin, dimana bahasa Osing di sana masih dianggap murni. Sedangkan Bahasa Osing di Kabupaten Jember telah banyak terpengaruh bahasa Jawa dan Madura. Serta pelafalan yang berbeda dengan Bahasa Osing di Banyuwangi.

Gaya Penggunaan Bahasa
Di kalangan masyarakat Osing, dikenal dua gaya bahasa yang satu sama lain ternyata tidak saling berhubungan. Yakni Cara Osing dan Cara Besiki. Cara Osing adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak mengenal bentuk Ngoko-Krama seperti layaknya Bahasa Jawa umumnya. Yang menjadi pembedanya adalah pronomina yang disesuaikan dengan kedudukan lawan bicara, misalnya :
  • Siro wis madhyang? = kamu sudah makan?
  • Riko wis madhyang? = anda sudah makan?
    • Hiro/Iro = digunakan/lawan bicara untuk yang lebih muda(umur)
    • Siro = digunakan/lawan bicara untuk yang selevel(umur)
    • Riko = digunakan/lawan bicara untuk yang di atas kita (umur)
    • Ndiko = digunakan/lawan bicara untuk orang tua (bapak/ibu)
Sedangkan Cara Besikiadalah bentuk "Jawa Halus" yang dianggap sebagai bentuk wicara ideal. akan tetapi penggunaannya tidak seperti halnya masyarakat Jawa, Cara Besiki ini hanya dipergunakan untuk kondisi-kondisi khusus yang bersifat keagamaan dan ritual, selain halnya untuk acara pertemuan menjelang perkawinan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar