Jumat, 20 Januari 2012

Resensi Novel Bait-Bait Cinta

Antara Cinta dan Balas Budi


Judul           : Bait-Bait Cinta
Penulis        : Geidurrahman Elmishry
Penerbit      : Grafindo, 2008
Tebal           : 318





 Bait - Bait Cinta merupakan novel bernuansa islam yang ditulis oleh sastrawan muda lulusan Universitas Al Azhar, Kairo, Geidurrahman Elmishry. Ia merupakan penyair yang cukup terkenal di Lamongan. Ada puluhan buku yang menghimpun tulisannya, baik itu fiksi, non fiksi, maupun terjemahan. Contohnya saja : Dari Lembah Sungai Nil (1998), Hadiah Seribu Menara (1999), Menjadi Orang Beken (2008) dan Sungai yang Memerah (2005).  Ia juga sering menulis artikel di harian-harian ternama seperti Kompas, Republika, dan Tempo.

Jaka Suganda, seorang mahasiswa Indonesia yang berkuliah di universitas Al Azhar. Dia adalah sosok yang dinamis, cerdas, dan menjadi aktivis di sekolahnya. Ia bertekad meneruskan belajarnya di universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, meski keadaan ekonominya tidak memungkinkan. Ia mendapatkan beasiswa dari Departemen Agama sehingga dapat melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Selain itu biaya studinya juga dibantu oleh salah satu orang kaya dikampungnya, daerah Cipakat, Sukarema, Cipasung, Tasikmalaya yang bernama Haji Ismail.

Bantuan ini tidak lepas atas jasa anaknya yang bernama Fatimah, anak Haji Ismail sekaligus adik kelas Jaka ketika masih bersekolah di Madrasah Aliyah. Fatimah tahu Jaka ingin melanjutkan studinya di Kairo, niat Jaka ini disampaikan kepada ayahnya sehingga Haji Ismail mau membantu biaya kuliah Jaka. Seiring waktu, rasa simpati Fatimah berubah menjadi rasa cinta.

Ketika Jaka di Kairo, ia bertemu dengan Amira yang juga sedang studi di Kairo. Perkenalan antara Amira dan Jaka disebabkan Muhammad Iyad, yang sering menceritakan keahlian Jaka dalam bermain bola basket, termasuk juga cerita kepribadiannya yang santun, dan wawasannya yang cukup luas. Perkenalan itupun berlanjut dengan cerita Asmara. Hal inilah yang menyebabkan Jaka kurang memperhatikan Fatimah lagi.

Amira merupakan gadis keturunan Palestina yang memiliki masa lalu yang tragis. Ayah, ibu dan kakaknya meninggal akibat kekejaman tentara Israel saat menyerang Palestina, karena perebutan wilayah dan kekuasaan.

Di saat Jaka hampir menyelesaikan S.1-nya pada jurusan aqidah filsafat, ia dilanda kegaluan. Di satu sisi, keluarga Haji Ismail dan orang tuanya hendak menjodohkan dirinya dengan Fatimah di Mekah saat musim haji tiba. Jaka sendiri kebetulan mendapatkan Temus (Tenaga Musim Haji) dari KBRI.
Namun di sisi lain ada Amira, wanita yang ia cintai.

Ia bingung akan dua pilihan tersebut. Hampir setiap malam ia melaksanakan sholat Istikharah untuk meminta petunjuk dari Allah.
Di Suatu pagi Amira menemui Jaka. Ia menangis saat bertemu Jaka. Ternyata paman, bibi, dan sepupunya Muhammad Iyad meninggal dunia akibat serangan bom bunuh diri di hotel tempat mereka menginap. Kini ia sebatang kara. Jaka yang mencintainya mencoba untuk  menguatkannya. Jaka akhirnya mengambil sebuah keputusan yang sangat berat dan berarti bagi hidupnya. Selanjutnya Jaka akhirnya membatalkan temusnya juga perjodohannya dengan Fatimah dan lebih memilih bersama Amira pergi ke Palestina.

Sekilas isi dari novel ini tampak sederhana, tetapi apabila ditelaah inti cerita tersebut dibingkai dalam kekuatan literer yang cukup kaya mengenai sejarah konflik Palestina-Israel sehingga memperkaya mutiara hikmah bagi para pembaca. Sayangnya, ada sedikit gangguan saat membaca, terkait dengan masalah catatan kaki. Pembaca terpaksa membolak-balik buku, untuk mengetahui arti dan maksud kata dan tempat yang tidak diketahui pembaca.

Setelah membacanya saya menyimpulkan bahwa novel ini layak untuk dibaca terutama oleh umat muslim, baik muda mapun tua.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar